Everyone Will Always Feel that He/She Worked Hardest

Rabu, 28 September 2011
Yup, setiap orang cenderung akan berpikir bahwa dialah yang bekerja paling keras. Sedang yang lain hanya bersenang-senang dan melakukan apa yang ingin mereka lakukan.

Pikiran klasik memang, tetapi apa mau dikata. Karena kitalah yang paling tahu apa yang kita kerjakan, seberapa keras kita berusaha, seberapa banyak kita berkorban, dan seberapa melelahkannya perjuangan yang kita berikan pada suatu aspek pekerjaan.

Pikiran sangat berbahaya, karena sangat asumptif, belum tentu benar, dan terkadang bisa menjadi sangat provokatif. Jika kita benar-benar memikirkannya dan tanpa sadar memperlakukan orang lain seolah dia tidak mengerjakan segala sesuatu 'sekeras' yang kita kerjakan, bisa saja menimbulkan masalah dalam pekerjaan tim.

Ketimpangan perlakuan ini (terutama jika benar-benar dirasakan oleh rekanan tersebut) bisa sangat menyakitkan. Bahkan, terkadang bisa menimbulkan reaksi yang cukup keras dari rekanan tersebut, yang mengakibatkan ketegangan, pun juga konflik. Guess what?, yap, karena orang tersebut juga berpikiran persis seperti yang lainnya: "I'm the one who worked so f*ckin' hardest!".

So, daripada memikirkan seberapa 'leyeh'nya orang bekerja, dan membandingkannya dengan seberapa 'super-bejat'nya kita bekerja, alangkah baiknya asumsi ini kita singkirkan jauh-jauh. Well, namanya saja asumsi; berarti tingkat kebenarannya sangat subjektif. Setiap kita masing-masing yang paling tahu seberapa kerasnya kita bekerja. Dan kita tidak pernah tahu persis bagaimana pekerjaan orang lain tersebut.

Bisa saja dia punya masalah keluarga, atau harus menanggung beberapa tanggung jawab lain, diwajibkan untuk melakukan hal lain, dan lain sebagainya. Bisa saja dia tidak tidur 3 kali seminggu, atau bahkan tidur satu jam sehari. Who knows?

Professionalism?

Sangat setuju 100%! Setiap orang memang harus (setidaknya belajar keras) untuk profesional dalam bekerja. Tetapi apakah asumsi seperti di atas akan membuat kita selayaknya seorang profesional? Akankah bermanfaat dan meningkatkan performa tim dalam bekerja?

Bukankah sebuah perhatian singkat, seperti sesederhananya sebuah pertanyaan: "kamu tampak lelah sekali, apakah ada pekerjaan lain atau masalah yang mengganggu pekerjaanmu?" atau "bro, performamu tampaknya kurang maksimal, apakah ada yang mengganggumu?" akan jauh lebih baik dalam sebuah kerjasama tim?

Setidaknya akan menjauhkan kita dari asumsi yang bisa berakibat fatal bagi tim. Kalaupun memang ada yang mengganggu, rasanya sudah menjadi kewajiban seorang rekan untuk setidaknya turut mencarikan solusi, atau jika anda memang sangat amat perhatian terhadapnya bisa membantu (selama anda mampu). Minimal anda menjadi paham mengenai performa kerjanya.

Sisanya? Pilihan anda untuk menjadi maklum atau mengoreksinya (tergantung yang mana yang lebih baik bagi performa pekerjaan tim anda).

Bagaimana pendapat anda?

1 komentar:

Membuat Pupuk Organik dari Kotoran Sapi mengatakan...

setuju banget, alangkah baiknya jika solusi dimusyawarahkan dan diselesaikan bersama

Posting Komentar